Senin, 29 Desember 2008

Rendanya Kinerja Legislasi DPRD Jatim

Sumber : Opini KOMPAS Jatim, 19 Desember 2008



Dalam rapat persiapan pelaksanaan Program Legislasi Daerah (Prolegda) 2009 oleh panitia legislatif (Panleg) DPRD Jawa Timur terungkap, selama tahun 2008 ini DPRD hanya mampu mengesahkan 13 Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) menjadi Perda. Padahal, usulan dan Raperda yang sudah direncanakan sebanyak 38 Perda. Yang lebih ironis lagi, dari 13 Perda yang sudah digedok tersebut, hanya tiga perda yang berasal dari inisiatif dewan. Sisanya, 10 Perda adalah usulan dari pihak eksekutif (Kompas Jatim, 29/11/2008).
Salah satu indikator untuk mengukur kinerja legislasi dewan bisa kita lihat pada aspek kuantitas dan kualitas Perda yang dihasilkan. Pertama, berapa Perda yang sudah dihasilkan dewan selama ini atau setidaknya tahun 2008 ini dan kedua seberapa kualitas Perda yang dihasilkan dewan atau sejauh mana dampak dari Perda yang dihasilkan dewan terhadap peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat. Jika alat ukur ini dipakai untuk melihat kerja dan kinerja DPRD dalam bidang legilasi selama ini, maka bisa disimpulkan bahwa kerja dan kinerja legislasi DPRD Jatim sangat buruk. Apalagi jika di bandingkan dengan anggaran yang dialokasikan untuk setiap Raperda jumlahnya cukup besar dan didukung dengan anggaran untuk keperluan Kunjungan Kerja (Kunker) yang terkait dengan pembahasan setiap Raperda.
Seringkali pembahasan Raperda diikuti dengan kegiatan Kunjungan Kerja atau studi banding. Apologi Kunker atau Studi banding tersebut dimaksudkan untuk mencari masukan dan pembanding terkait materi yang sama dalam Raperda yang akan dibahas. Namun kegiatan Kunker atau Studi Banding ini pun tak berpengaruh positif terhadap materi dan proses pembahasan Raperda. Padahal, kegiatan Kunker menyedot anggaran cukup besar. Jika kita hubungan antara anggaran Kunker dengan kinerja dan produk legislasi yang dihasilkan, menurut saya, anggaran Kunker dewan bergerak bagaikan deret ukur, sementara kinerja legislasi bergerak bagaikan deret hitung. Artinya fungsi dan kinerja legisilasi dewan lebih lemah dari besarnya anggaran yang telah dikeluarkan. Pembahasan Raperda terus molor, tak pernah terselesaikan tepat waktu.

Anggaran Kunker DPRD Jatim 2004-2008
Tahun Anggaran Kunker
2004 32,71 Milyar
2005 32,24 Milyar
2006 41,79 Milyar
2007 32,24 Milyar
2008 33,91 Milyar
Sumber : data Parliament Wacth, diolah, 2008

Kesibukkan anggota dewan saat ini sudah tidak konsentrasi pada tugas-tugas dan kewajibannya untuk menyelesiakan tugas-tugas kedewanan dan amanah rakyat, terutama dalam tugas-tugas legislasi. Mereka lebih memilih berkosentrasi pada pencalonan kembali sebagai anggota dewan untuk Pemilu 2009 nanti. Karena, saat ini waktunya pencalonan dan kampanye Pemilu Legislasi 2009. Di tambah lagi, Pilgub Jatim “putaran III”. Sehingga praktis, anggota dewan bermalas-malas pada tugas-tugas kedewanan, sebaliknya mereka ramai-ramai dan bersemangat untuk aktivitas pemenangan Pemilu Legislatif 2009.
Dengan melihat fakta tersebut, kinerja legislasi DPRD dinilai masih sangat rendah. Apalagi target 38 Raperda yang harus diselesaikan sampai akhir tahun ini, saya berkeyakinan tak akan bisa diselesaikan. Dari segi kuantitas saja sudah bermasalah, apalagi kualitasnya, dipastikan akan lebih bermasalah. Anggaran dan Kunkernya jelas, tapi hasilnya tak jelas. Ini semakin menguatkan pendapat publik bahwa Kunker tak berkorelasi positif terhadap kerja dan kinerja legislasi DPRD Jatim.
Saya melihat, dalam perkara tugas dan kewajibannya sebagai anggota dewan, mereka dewan sepertinya bermalas-malasan, tapi ketika berurusan dengan hak (baca; hak ekonomi) sangat bersemangat dan berjuang sampai titik darah pengahabisan. Kasus PP 37/2006 dan dana jasa pungut (japung) adalah salah satu contohnya.

Kinerja Legislasi
Salah satu parameter yang dapat dipakai untuk mengukur keberhasilan otonomi daerah dan tingkat kesejahteraan masyarakat, yakni dengan melihat Perda yang telah dihasilkan oleh Pemda dan dampaknya terhadap kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Perda merupakan instrumen sekaligus pedoman yuridis bagi Pemda dalam menjalankan proses pembangunan daerah yang goal-nya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Produk Perda ini juga dapat juga dijadikan sebagai tolak ukur apakah proses pembangunan yang dijalankan Pemda itu berpihak pada kepentingan masyarakat atau tidak?.
Sebagai catatan, pada tahun 2003 lalu, Departemen Dalam Negeri pernah mempublikaskan ada sekitar 7.000 Perda yang dibuat Pemerintah propinsi/kab/kota –termasuk sebagiannya diproduksi dari Jatim- yang dinilai tidak layak diterbitkan bahkan dari jumlah tersebut 2.000 Perda direkomendasikan untuk dicabut karena tidak mendukung iklim usaha di Indonesia. Perda-perda tersebut cenderung lebih banyak berorientasi pada penggemukkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan dinilai sangat memberatkan pengusaha sehingga menjadi kontraproduktif terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah. Perda-perda tersebut juga dinilai sangat memberatkan masyarakat.
Dari segi kuantitas saja bermasalah, apalagi dari segi kualitas. Materi dan substansi dari Raperda yang ada tidak berkolerasi positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bahkan tidak sedikit Raperda yang ditolak oleh masyarakat. Dengan melihat fakta tersebut, kinerja legislasi DPRD Jatim masih sangat rendah.
Otonomi daerah yang diharapkan dapat mendekatkan aspirasi dengan kebijakan, dan lebih dari itu tingkat kesejahteraan masyarakat semakin meningkat, namun justru sebaliknya, yang semakin sejahtera para elitnya. Oleh karena itu, mulai saat ini masyarakat harus mulai menge-list anggota-anggota dewan yang berkinerja rendah; malas, tak pernah hadir pada rapat dewan, terindikasi kasus KKN dan moral, dan lebih mementingan kepentingan sendiri. Anggota dewan dengan karakter seperti ini sudah saatnya tidak dipilih kembali pada Pemilu 2009 nanti. Anggota dewan seperti ini, tidak saja akan menjadi beban sosial, politik, dan ekonomi bagi lembaga dewan, tapi juga bagi masyarakat Surabaya. Jangan polih politisi bermasalah..!

Tidak ada komentar: