Selasa, 30 Desember 2008

Implikasi Politis Putusan MK

Sumber : Opini Radar Surabaya, 29 Desember 2008


Pemilu 2009 dinilai akan menjadi pemilu yang lebih demokratis dibanding dengan Pemilu 2004. Ini menyusul keluarnya putusan Mahkamah Konstitusi yang membatalkan sistem penetapan caleg terpilih berdasarakan nomor urut sebagaimana yang diatur dalam Pasal 214 Undang-Undang No. 10 tahun 2008 tentang Pemilu legislatif dan menggantinya dengan sistem suara terbanyak. Sistem suara terbanyak dinilai lebih adil dan mendorong untuk para caleg untuk bekerja keras dan cerdas agar dapat dipilih oleh masyarakat pemilih. Caleg terpilih nantinya benar-benar orang yang dikenal masyarakat setempat dan akan memiliki kedekatan emosional dan politis antar rakyat dengan wakilnya di parlemen.
Selain itu, ada beberapa dampak politis yang positif atas keluarnya putusan MK tersebut di antaranya Pertama, putusan MK tersebut semakin mengukuhkan prinsip kedaulatan rakyat sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945. Masyarakat pemilih diberi kebebasan untuk memilih caleg yang dikehendaki tanpa ada “intervensi politik” dari parpol. Caleg terpilih murni pilihan rakyat. Karena masyarakat pemilih akan tak sekedar memilih parpol, tapi yang lebih utama adalah memilih orang. Sistem ini hampir sama dengan sistem pemilihan distrik.
Kedua, putusan MK tersebut menegasikan atau meruntuhkan kekuasaan dan oligarkhi parpol. Dengan kata lain, kedaulatan dan kekuasaan parpol dalam menentukan caleg terpilih semakin kecil bahkan hilang. Prinsip vox populi vox dey, benar-benar tercemin dalam sistem suara terbanyak ini.
Ketiga, di tengah apatisme politik dan tingkat golput yang cukup tinggi, sistem suara terbanyak dinilai akan dapat meningkatkan partisipasi politik masyarakat (pemilih) dalam Pemilu 2009. Pilihan politik masyarakat tidak lagi “dijegal” dengan kehendak dan kepentingan politik parpol. Selama ini dengan sistem nomor urut, suara atau pilihan rakyat cenderung dikebiri oleh praktik politik oligarkhis dan kepentingan parpol. Caleg yang memiliki suara terbanyak dikalahkan caleg dengan suara sedikit namun berada di nomor urut terkecil. Dengan sistem suara terbanyak ini, masyarakat pemilih nantinya akan lebih bergairah dalam menentukan hak politiknya secara merdeka.
Keempat, sistem suara terbanyak dipastikan akan menjadikan pertarungan politk antar caleg dan parpol pada Pemilu 2009 akan semakin kompetitif dan ketat. Para caleg parpol akan berlomba-lomba dan bekerja keras mencari dan mencuri perhatian suara pemilih. Dalam konteks ini, rakyat akan menjadi raja, dialah penguasa sejati yang diburu banyak caleg. Meskinpun masyarakat sebagai pemegang kedaulatan dan pemilik suara yang sah, bukan berarti masyarakat bisa mengobral suaranya. Masyarakat dituntut untuk lebih rasional dan cerdas dalam menggunakan dan menentukan hak politiknya secara bertanggungjawab.
Kelima, putusan MK tersebut secara langsung maupun tidak langsung dapat memberi kontribusi bagi proses pendidikan politik rakyat yang lebih mencerahkan dan mencerdaskan. Ada semangat fair play di antara caleg, begitu juga ditataran pemilih. Karena suara caleg benar-benar pilihan dan kehendak rakyat. Caleg yang terpilih merupakan wujud dukungan besar dari masyarakat. Sementara caleg yang tak terpilih berarti belum mendapat dukungan dan kepercayaan dari masyarakat.
Keenam, putusan MK tersebut dinilai akan memberi keuntungan bagi caleg-caleg yang mengandalkan popularitas, seperti para caleg artis. Sehingga caleg-caleg artis merupakan salah satu caleg yang paling antusias menyambut putusan MK tersebut. Bagi caleg artis, dengan modal popularitas yang dimilikinya akan dapat meraih suara terbanyak atau kursi parlemen. Dengan kata lain, popularitas yang tinggi belum tentunya memiliki elektabilitas yangt tinggi pula. Karena itu, popularitas tidak cukup, tentunya harus dibarengi dengan kapabilitas, kredibilitas, kompetensi, dan track record caleg.

Politik uang marak.
Harus diakui, selain memberikan dampak politis yang positif, juga dinilai akan memberikan peluang negatif, diantaranya adalah Pertama, putusan MK tersebut akan menguntungkan para caleg yang memiliki modal kapital yang besar. Dengan sumber kapital yang banyak, si caleg bisa secara leluasa mencari dan memburu suara pemilih. Uang yang banyak akan dimanfaatkan dan digunakan semaksimalkan mungkin agar dirinya terpilih, salah satunya dengan membeli suara pemilih dengan tumpukan uang. Dengan kata lain, praktik politik uang akan semakin marak dan menjamur. Namun demikian, dalam sisi ini, masyarakat dituntut untuk menggunakan hak politiknya secara rasional, cerdas dan bertanggung jawab. Hak politik rakyat jangan sampai digadaikan dengan iming-iming rupiah yang ditawarkan para caleg.
Masyarakat pemilih harus berfikir money politic adalah racun bagi dirinya dan bangsa ini. Para caleg yang mengandalkan politik uang nantinya jika terpilih akan berperilaku lebih ganas bak predator yang bisa menghisap uang rakyat lebih banyak. Jika sudah menjadi anggota dewan, dalam pikirannya akan muncul bagaimana uang ratusan juta yang telah dikeluarkan bisa balik, bahkan kalau perlu bisa lebih. Para caleg model ini akan “menghalalkan segala cara” dalam meraih keuntungan politik dan ekonomi ketika sudah duduk menjadi wakil rakyat. Karena itu, ambil uangnya, jangan pilih orangnya.
Kedua, Putusan MK tersebut dinilai akan merugikan caleg perempuan. Kuota 30 persen dinilai sia-sia, karena dengan sistem suara terbanyak, semua caleg (laki-laki dan perempuan) bersaing setara, tidak ada perlakuan khusus secara gender. Caleg perempuan dengan nomor urut terkecil/topi tidak menutup kemungkinan akan terancam dengan caleg-caleg laki-laki yang berada di nomor urut besar atau sepatu. Apalagi sumber politik, kapital yang dimiliki perempuan kalah dibanding laki-laki. Dengan kata lain, representasi politik perempuan di parlemen akan terancam.
Namun demikian, sisi negatif dari putusan MK tersebut, bisa diminimalisir dengan meningkatkan kapabilitas, kredibilitas, akseptabilitas para caleg. Selain itu, para caleg dituntut untuk lebih banyak bergaul dan berkomunikasi secara intensif dengan masyarakat pemilih. Dan bisa mencuri hati pemilih. Dengan demikian, kedepan, Pemilu di Indonesia bisa akan berjalan lebih berkualitas dan demokratis. Suara dan kedaulatan rakyat benar-benar tercermin dalam proses politik (pemilu).

Tidak ada komentar: