Selasa, 02 Desember 2008

Gubernur Baru dan Agenda Kemiskinan

Sumber : Opini Radar Surabaya, 16 November 2008

Pemilihan gubernur dan wakil gubernur (Pilgub) Jatim telah digelar. Berdasarkan perhitungan resmi manual KPU Jatim perolehan suara pasangan Soekarwo-Saefulloh Yusuf (Karsa) unggul dengan: 7.729.944 suara atau 50,20 persen sementara pasangan Khofifah Indarparawansa-Mudjjiono (Kaji) memperoleh 7.669.727 atau 49,80 persen. Selisih suara keduanya sebesar 60.233 suara atau 0,4 persen.
Gubernur terpilih, pasangan Karsa sudah dihadapkan pada berbagai problem Jatim yang harus segera digarap dan diselesaikan. Salah satu problem jatim yang harus mendapat perhatian lebih dari gubernur terpilih adalah masalah pengentasan kemisikinan. Mengingat problem yang satu ini sudah cukup mengkhawatirkan. Masalah kemiskinan dan pengangguran masih menjadi problem serius Jatim saat ini.
Meskinpun berbagai program pengentasan kemiskinan di Jatim ini digalakan dan digrojok dengan anggaran cukup besar, namun angka kemiskinan di Jatim masih cukup tinggi. Hal ini diperkuat dengan fakta di lapangan masih sulitnya masyarakat miskin kita mendapatkan kebutuhan dan pelayaan dasar; seperti pendidikan dan kesehatan. Masyarakat miskin juga sulit membeli beras dan terpaksa makan apa adanya, minyak tanah, susu untuk anak balitanya. Apalagi saat ini, menyusul kenaikan harga BBM akhir Mei lalu sebesar 28,6%, angka kemiskinan Jatim dipastikan akan melambung.
Berbagai kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam mengentaskan dan mengurangi angka kemiskinan di Jatim genjar dilakukan. Beberapa program pengentasan kemiskinan yang ada di Jatim di antaranya adalah PAMDKB, RASKIN, BOS, Jaring Pengaman Ekonomi-Sosial (JPES), ASKESKIN, Gerdu Taskin, Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh (RSDK) dan yang terbaru Program Keluarga Harapan (PKH). Semua itu dimaksudkan untuk mengurangi angka kemiskinan di Jatim.
Dilihat dari sisi anggarannya, program Gerdu Taskin misalnya setiap tahun dianggarkan sebesar Rp 40 milyar. Total anggaran selama lima tahun 2003-2008 mencapai Rp 200 milyar. Program PAMDKB tahun 2006-2007 dianggarankan sebesar Rp 450 milyar, dan JPES tahun 2007-2008 dianggarkan sebesar Rp 150 dan PKH di anggarkan 800 milyar. Banyaknya program dan besarnya anggaran tersebut ternyata tak berkorelasi positif terhadap penurunan angka kemiksinkan di Jatim.
Berdasarakan survey sosial-ekonomi nasional BPS Jatim menyebutkan saat ini jumlah penduduk miskin di Jatim sampai Maret 2007 tercatat 7,138 juta jiwa atau sekitar 18,93 persen dari total jumlah penduduk. Dan angka ini berpotensi melambung menyusul kenaikan harga BBM akhir Mei 2008 lalu. Selain itu juga, pertumbuhan ekonomi Jatim selama setahun ini suram, karena masalah lumpur Lapindo sampai saat ini belum selesai. Bahkan dalam rapat paripurna penyampian LKPJ gubernur 2007/2008 bulan lalu muncul data kemiskinan versi DPRD yakni mencapai 8 juta orang, sementara versi Pemprop hanya sekitar 6,8 juta. Yang pasti, angka kemiskinan Jatim saat ini masih cukup tinggi.
Selain melambungkan angka kemiskinan di Jatim, kenaikkan harga BBM juga akan semakin menambah beban masyarakat yang sampai saat ini masih juga menanggung beban krisis ekonomi. Dan keluaga miskin (Gakin) merupakan kelompok sosial yang paling awal terkena dampak kenaikkan harga BBM ini. Kehidupan sosial-ekonomi masyarakat semakin susah. Jangankan mendapatkan kesejahteraan yang lebih baik, yang didapat justru kehidupan Gakin semakin terpuruk. Mereka menilai kebijakan tersebut hanya semakin menyengsarakan dan memiskinkan kehidupan masyarakat. Keluarga yang sebelumnya belum miskin berubah menjadi miskin, yang sudah miskin berubah menjadi semakin miskin. Di tengah kemiskinan masyarakat yang semakin merebak dan meluas ini, sangat berpotensi pada berbagai kerawanan sosial seperti kriminalitas sosial.

Peduli Wong Miskin
Dengan melihat realitas sosial (baca: kemiskinan) tersebut, masyarakat sangat menunggu gebrakan politik gubernur terpilih dalam 100 hari kerjanya. Masyarakat akan melihat, apakah gubernur terpilih memliki komitmen yang tingi terhadap janji-janji politiknya, terutama terhadap program pengentasan kemiskinan di Jtaim. Seperti kita ketahui, pada saat kampanye putaran I, hampir semua cagub-cawagub mengusung tema-tema peduli wong cilik, terutama masalah pengentasan kemiskinan. Para cagub-cawagub sangat begitu fasih dan bersemangat ketika menguarakan masalah kemiskinan di hadapan masyarakat.
Nah, setelah menduduki kursi empuk L-1 Jatim ini, apakah semangat yang terpancar dalam kampanye di berbagai daerah ini akan tercermin dalam menjalankan roda pemerintahan nanti. Komitmen awal gubernur-wakil gubernur terpilih nanti, setidaknya akan terlihat pada pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RAPBD) 2009. Dalam APBD 2009 berapa alokasi anggaran yang yang diperuntukkan untuk program pengentasan kemiskinan dan pengangguran di Jatim. Dan tidak hanya itu, sejauh mana anggaran yang telah dialokasikan dan program yang telah dibuat bisa direalisasikan tepat sasaran. Indikator keberhasilan agenda kemiskinan ini adalah gubernur terpilih mampu menurunkan angkan kemiskinan Jatim setiap tahunnya. Dan kesejahteraan sosial-ekonomi masyarakat semakin terangkat.
Isu kemiskinan dan pengangguran yang kerap kali dijadikan tema kampanye Pilkada hanya dijadikan alat penarik simpatik sesasat untuk meraup suara rakyat, tapi setelah duduk empuk di kursi kekuasaan, tidak sedikit pada kepala daerah lupa dengan nasib orang miskin. Terbukti, munculnya kelaparan dan gizi buruk di beberapa daerah di Jatim kurang mendapatkan perhatian dan pelayanan yang memuaskan.
Ini menjadi ujian politik gubernur terpilih. Jangan sampai mudah dikendalikan “phak ketiga” atau para penyandang dana kampanyenya, atau para pengusaha yang membantunya melancarkan ke Grahadi. Dengan kata lain, gebernur terpilih menjadi “boneka ekonomi” yang mudah dikendalikan sang sutradaranya/pengusaha, dengan dalih jasa atau kompensasi politik ekonomi karena ikut memenangkan dalam Pilgub.

Tidak ada komentar: