Sabtu, 20 September 2008

Gerontokrasi dan Macetnya Regenerasi

Sumer : Opini Kompas Jatim, 19 September 2008

Saat ini pemerintah propinsi Jawa Timur baru saja melakukan kebijakan perampingan struktur birokrasi sebagaimana diamantkan dalam Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 2007. Meskinpun sudah ada perampingan. Namun, menurut hemat penulis struktur birokrasi Pemprop masih dirasa sangat gemuk, padahal semangat dari PP 41/2007 tersebut adalah bagaimana membentuk performance struktur birokrasi yang miskin struktur, tapi kaya fungsi. Sehingga dalam konteks ini, yang lebih dikedepankan adalah kerja dan kinerja fungsi-fungsi dalam setiap unit struktur birokrasi sehingga menghasilkan kinerja dan produktivitas aparatur birokrasi yang maksimal. Dengan kata lain, Pemprop Jatim masih setengah hati dalam melakukan kebijakan reformasi birokrasi sebagaimana yang dimanatkan PP.
Kebijakan setengah hati tersebut rupanya di tambah lagi dengan munculnya fenomena pejabat tua atau udzur yang masih memegang jabatan-jabatan strategis di lingkungan birokrasi Pemprop Jatim, padahal mereka sudah memasuki masa pensiunan bahkan ada beberapa melebihi masa pensiun (baca: 56 tahun). Sebagaimana di lansir oleh Komisi A DPRD Jatim, saat ini setidaknya ada 30 pejabat yang seharusnya sudah pensiun tapi masih dipertahaknakn untuk diperpanjang.
Para pejabat udzur tersebut berasal dari berbagai tingkatan; mulai dari eselon II, III, setingkat asisten, kepala dinas, wakil kepala dinas, sampai pada kepala biro dan badan. Para pejabat tersebut sudah berusia 56 tahun keatas. Bahkan, ada pejabat yang sudah berumur 58 tahun tapi masih mendapat dispensasi perpanjangan jabatan dan menduduki jabatan strategis, dengan rinician; 11 pejabat menduduki kepala dinas, 11 pejabat menduduki wakil kepala dinas, dan sisanya tersebar di beberapa badan, dinas, dan biro.

Sebagain Pejabat udzur (berusia di atas 56 tahun) di lingkungan Birokrasi Pemprop Jatim
No Nama Pejabat Instansi
01 Arifin Damuri Plt. Sekda Propinsi Jatim
02 Chaerul Djaelani Asisten II
03 Subagyo Asisten III
04 Drs Rasiyo Kepala Dinas P dan K
05 Bahrudin Kepala Disnaker
06 Soeyono Kepala Bappemas
07 Thoriq Afandi Kepala Biro Mental
08 M. Amin Kepala Biro Umum
09 M. Munir Kepala Biro Kepegawaian

Sarat KKN
Perpanjangan sekali mungkin masih bisa ditoleransi, itupun dengan catatan pejabat yang bersangkutan memiliki kinerja yang luar biasa dan tentunya memiliki catatan prestasi yang membanggakan bagi institusi dan Jatim pada umumnya. Apalagi dua kali, tentunya harus memiliki kinerja dan prestasi yang lebih dan luar biasa.
Namun faktanya, selama ini perpanjangan jabatan strategis di lingkungan Pemprop Jatim lebh banyak diwarnai dengan praktik KKN, lebih mengedepankan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme daripada kinerja dan prestasi. Sudah tak menjadi rahasia umum, setiap pejabat yang akan naik pangkat atau mendapat perpanjangan jabatan, “diwajibkan” menyetor upeti atau angpou agar bisa lolos naik pangkat atau mendapat perpanjangan jabatan sekali atau dua kali. Bahkan praktik perpanjangan pejabat, lebih bernuansa pada upaya untuk mempertahankan status quo. Sebagian pejabat tidak mau “kehilangan” jabatannya lebih dini. Dan lebih dari itu bisa karena masalah politis maupun ekonomis seorang pejabat udzur dipertahankan.
Praktik illegal ini, yang kemudian melahirkan kemacetan regenerasi di tubuh birokrasi Pemprop. Pejabat-Pejabat muda yang memiliki kapabilitas, kredibilitas dan kompetensi lebih tidak bisa naik atau menduduki jabatan strategis, karena masih bercokolnya pejabat-pejabat tua. Para pejabat tua sepertinya tidak “rela” jabatannya diserahkan para pejabat muda. Kondisi ini yang kemudian menjadikan birokrasi Pemprop menjadi konservatif, tidak profesional, dan tidak produktif. Mereka anti perubahan. Tak salah jika reformasi birokrasi dalam bentuk perampaingan birokrasi saat ini dilakukan setengah hati.
Birokrasi Pemprop lebih banyak dihuni oleh para pejabat tua atau udzur yang rendah kapasitas dan produktivitasnya. Kondisi ini yang biasanya kita sebut sebagai gerontokrasi, birokrasi para pejabat tua. Birokrasi semacam ini, dipastikan bersifat konservatif, anti perubahan, tidak produktif, miskin kreasi dan inovasi. Performance gerontokrasi Pemprop semacam ini berdampak pada rendahnya fungsi-fungsi dan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Padahal birokrasi modern sebagaimana diungkapkan Max Weber, sejatinya harus bersikap adaptif, kreatif, inovatif, dan progresif dengan lingkungannya.

Perlu regenerasi
Salah satu indikator sehatnya sebuah orgnaisasi, termasuk organisasi birokrasi adalah berjalannya proses regenerasi secara berkesinambungan. Dengan adanya regenarasi di tubuh birokrasi apalagi proses regenerasi tersebut warnai dengan munculnya pejabat-pejabat muda yang kreatif, progresif dan profesonal diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan produktivitas pelayanan kepada masyarakat. Proses regenerasi ini senafas dengan semangat gerakan reformasi birokrasi yang saat ini sedang digalakan. Keinginan akan lahirnya birokrasi yang bersih dan sehat sangat logis, mengingat birokrasi di Indonesia sedang mengalami distorsi yang cukup parah setelah republik ini berdiri. Birokrasi belum berperan dan berfungsi seperti halnya birokrasi di negara maju dan demokratis. Bahkan mantan Presiden Megawati Sukarnoputri pernah menyebut birokrasi kita seperti keranjang sampah.
Kebijakan reformasi birokrasi yang saat ini sedang dijalankan Pemprop Jatim, sudah saatnya tidak saja menyentuh pada perampingan struktur dan personal birokrasi, tapi juga harus memperhatikan proses regenerasi yang berseinambungan. Dan salah bentuk regenerasi ini diwujudkan dengan “mempensiunkan” para pejabat tua, terutama para pejabat yang miskin kinerja dan prestasi dan digantikan dengan pejabat yang lebih muda. Para pejabat tua semacam ini tak hanya akan menjadi beban sosial bagi masyarkaat, tapi juga beban ekonomi (baca: APBD).

Tidak ada komentar: