Selasa, 02 September 2008

Besama Kita Bisa (apa)?

Sumber : Opini Radar Surabaya, 21 Mei 2008

Bersama Kita Bisa. Jargon politik tersebut mungkin masih kita ingat di Pemilu 2004. Jargon politik tersebut yang digunakan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-M. Yusuf Kalla (MJK) ketika running menjadi presiden dan wakil presiden 2004-2009. Dan jargon tersebut yang juga digunakan pasangan SBY-MJK untuk menarik simpatik dan suara rakyat ketika berkampanye.
Kini di usia pemerintahan SBY-MJK yang memasuki tahun keempat, jargon politik masih belum dirasakan betul oleh rakat kebanyakan. Bahkan sebagian masyarakat mulai merasakan dan mempertanyakan; Bersama Kita Bisa apa?. Yang dirasakan betul oleh rakyat kita adalah kita bisa lapar, kita bisa ngangur, kita bisa miskin, kita bisa putus sekolah, dan bahkan kita sepertinya tidak bisa apa-apa. Semakin hari, kehidupan masyarakat semakin susah.
Empat tahun berjalan, pemerintah SBY-MJK belum mampu menghadirkan kesejahteraan untuk masyarakat. Kebijakan-kebijakan sosial-ekonomi bukannya mengarah pada peningkatan kesejahteraan masyarkat, justru semakin menyengsarakan masyarakat. Orang yang belum miskin menjadi miskin, orang yang sudah miskin semakin tambah miskin. Sehingga tak salah, jika ada sebagaian orang yang memplesetkan jargon politk tersebut ; bersama kita bisa berubah menjadi bersama kita binasa. Jargon tersebut masih sebatas sloganistik, yang tak nyata di lapangan.
Kemiskinan masih menjadi wajah buram negeri ini. Ribuan orang antri minyak tanah, minyak goreng, elpiji, bahkan beberapa bulan lalu antri beras. Tidak hanya itu, masyarakat juga masih dihadapkan pada masalah masih mahalnya beras. Bahkan ada sebagian Gakin di beberapa daerah yang tak mampu membeli beras, terpaksa makan aking atau gaplek. Sebuah kondisi ironis di tengah melimpahnya sumber daya alam yang kita miliki. Masyarakat indonesia sekarang bagaikan; ayam mati di lumbung padi. Bagaimana mungkin sampai ayam mati di kandangnya sendiri yang berlimpah makanan.
Pada tahun 2007, angka pengangguran terbuka diperkirakan bertambah 12,6 juta jiwa. Dengan demikian, jumlah penduduk miskin diperkirakan mencapai 45,7 juta jiwa. Menurut Koordinator Tim Peneliti Prospek Perekonomian Indonesia 2007 Pusat Penelitian Ekonomi LIPI M. Tri Sambodo, angka itu berasal dari 1,6 juta pengangguran baru, menambah jumlah pengangguran yang sudah ada sebesar 11 juta. Ia menambahkan, angka 1,6 juta pengangguran itu berasal dari angkatan kerja yang tidak tertampung oleh kesempatan kerja pada 2007 sebesar 1,4 juta orang. Semakin besar angka pengangguran terbuka merupakan indikator meningkatnya angka kemiskinan.

Semakin Binasa
Kini masyarakat bersiap-siap untuk binasa lagi dan semakin binasa. Siap jadi pengangguran baru, siap jadi orang miskin baru, siap tak makan normal, siap lapar, siap antri lagi. Ini menyusul rencana pemerintah yang akan menaikkan harga BBM sebesar 30% pada awa Juni mendatang. Menurut pemerintah, kenaikkan ini tak bisa dihindari menyusul melambungnya harga minyak di pasaran dunia yang mencapai 120USD/barel,
Dipastikan dampak kenaikkan harga BBM ini akan mengakibatkan kenaikkan harga-harga yang lain, termasuk harga sembako. Bahkan harga BBM belum naik, harga sembako sudah lebih dulu naik. Lebih dari itu, kebiakan harga BBM ini akan berdampak pula pada melambungnya angka kemiskinan. Lembaga Kajian Reformasi Pertambangan dan Energi memperkirakan, kenaikkan harga BBM sebesar 30% berpotensi mengakibatkan orang miskin bertambah sebesar 8,55% atau sekitar 15,68 juta jiwa.
Berdasarkan data Badan Pusat Stastik per Maret 2007 angka kemiskinan nasional masih cukup tinggi, yaitu sekitar 16,58 persen atau sebanyak 37,17 juta orang, sementara angka pengangguran tercatat sekitar 9,75 persen. Jika digabung dengan potensi kenaikan orang miskin akibat kenaikan harga BBM ini, maka angka kemiskinan diperkirakan akan melambung menjad 42,85 juta jiwa.
Kebijakan ini akan semakin menambah beban masyarakat yang sampai saat ini masih juga menanggung beban krisis ekonomi yang belum pulih. Kenaikkan BBM akan mengakibatkan efek domino di masyarakat, baik secara ekonomi maupun sosial-politik. Secara ekonomi, kenaikan tersebut akan mengakibatkan kenaikkan harga-harga barang dan jasa (inflasi), bahkan kenaikkan tersebut bisa tak terkendali menyusul kenaikkan BBM itu. Seperti diungkapkan para pengamat ekonomi, Kenaikkan BBM yang cukup signifikan ini dikhawatirkan akan memicu inflasi besar-besaran pada tahun 2008. Kenaikkan laju inflasi itu akan tercermin dari naiknya harga sejumlah komponen kebutuhan pokok masyarkat, berupa barang dan jasa. Bahkan harga BBM belum naik, harga-harga sembako sudah naik duluan.
Secara sosial-politik kebijakan menaikan BBM tersebut juga akan menimbulkan kerawanan sosial di masyarakat. Di tengah kehidupan sosial-ekonomi yang semakin terhimpit krisis, kebutuhan hidup semakin melambung sementara, daya beli masyarakat semakin rendah, bukan tidak mungkin masyarakat akan berbuat nekad. Unjuk rasa terus-menerus akan sangat potensial menimbulkan ketidakstabilan sosial-ekonomi dan keamanan. Saat ini saja sudah mulai mengemuka mahasiswa dan elemen-elemen masyarakat lainnya di beberapa daerah yang menolak kebijakan yang tak berpihak rakyat itu. Mereka menilai kebijakan tersebut hanya semakin menyengsarakan dan memiskinkan kehidupan masyarakat.

Tidak ada komentar: