Kamis, 06 November 2008

Menyehatkan Birokrasi Pemprop Jatim

Sumber : Opini Radar Surabaya, 28 Oktober 2008

Gerak reformasi saat ini sudah berjalan satu dekade. Ada perubahan yang cukup mendasar dalam kehidupan berpolitik dan berdemokrasi kita. Namun, ada satu aspek yang belum tersentuh secara mendasar oleh arus reformasi, yakni reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi bergerak bagaikan kura-kura, sangat lambat. Dan bahkan ada yang menilai stagnan dan tidak produktif. Belum ada perubahan yang signifkan dalam tubuh birokrasi kita. Harapan akan lahirnya pemerintahan yang bersih dan berwibawa, bebas KKN, memimjam istilah acara Metro TV; baru bisa mimpi.
Birokrasi kita sebagaimana dikatakan Dwight Y.King, ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut: mekanisme kerja yang tidak efisien, jumlah pegawai yang berlebihan, proses pelayanan yang lamban, tidak modern atau ketinggalan jaman, sering menyalahgunakan wewenang, tidak tanggap atas keragaman kebutuhan dan kondisi daerah setempat. Strukturnya gemuk, personilnyapun gemuk. Dampak dari hal ini sudah sangat terasa di bidang anggaran. Struktur APBD Jatim dengan angka berkisar 7o% habis dipakai untuk belanja rutin dan melayani birokrasi, sedang sisanya sekitar 30% untuk masyarakat lewat alokasi pembangunan. Itu berarti birokrasi kita lebih berfungsi sebagai kekuatan penyerap anggaran (baca: pemborosan) ketimbang sebagai pengatur dan pelayan masyarakat
Obesitas birokrasi bagaikan orang gemuk dengan kolesterol tinggi. Orang yang mengidap obesitas, potensi penyakitnya lebih besar, tak mampu berlari cepat karena memang keberatan badan, dan kalau bersaing lari misalnya pasti kalah. Jangankan untuk lari, berjalan saja seperti kura-kura, sangat lambat. Dan butuh biaya besar untuk membiayai penyakit akibat obesitasnya itu. Model birokrasi semacam ini secara finansial hanya mengambur-hamburkan APBD dan lebih dari itu model birokrasi macam itu sangat tidak produktif.
Performance birokrasi sebagaimana digambarkan di atas terjadi di birokrasi Pemerintah Propinsi Jatim saat ini. Meksinpun sudah ada kebijakan perampingan birokrasi sebagaimana yang diamanatkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007, namun perampingan tersebut masih sebatas struktur dan itu sifatnya sangat terbatas. Reformasi birokrasi belum terlalu menyentuh para aspek personil. Terutama yang saat ini sedang disorot anggota DPRD Jatim, yakni masalah masih dipertahankannya para pejabat tua atau udzur dalam jabatan-jabatan sratategis di lingkungan birokrasi Pemprop Jatim. Dan wajah birokrasi sebagaimana digambarkan King diatas disebabkan salah satunya karena masih dipertahankannya para pejabat udzur yang miskin kinerja dan prestasi.
Sebagaimana diungkapkan Komisi A DPRD Jatim, saat ini di lingkungan birokrasi Pemprop ada sekitar 30 pejabat udzur atau tua. Mereka sudah memasuki masa pensiun, yakni berusia 56 tahun dan bahkan sudah mendapatkan perpanjangan, namun tetap saja dipertahankan menduduki jabatan-jabatan strategis. Para pejabat tua tersebut tersebar di berbagai dinas, badan, biro dan memiliki eselon I, II dan III (Radar Surabaya, 12/9/2008).
Beberapa pejabat udzur tersebut di antaranya adalah Plt Sekretasris daerah Propinsi Jatim, Chusnul Arifin Damuri, Kepala Dinas P dan K, Drs. Rasiyo, M.Si, Asisten II yang di jabat Chaerul Djaelani, Asisten III Subagyo, Kepala Disnaker Bahrudin, Kepala Bappemas Soeyono, Kepala Biro Mental Thoriq Afandi, Kepala Biro Umum M. Amin, dan Kepala Biro Kepegawaian yang di jabat M.Munir. Para pejabat tersebut saat ini masih “digandoli” gubernur untuk dipertahankan.

Miskin Kinerja dan Prestasi
Padahal jika di lihat dari sisi kinerja dan prestasi, para pejabat udzur tersebut tidak memiliki kelebihan dan keunggulan apalagi prestasi yang signifikan. Selama menjabat, tak ada kemajuan dan prestasi yang bisa dibanggakan. Sebut saja misalnya, Kelapa Disnaker yang saat ini dijabat Bahrudin. Selama menjabat, Bahrudin belum mampu menekan angka pengangguran di Jatim. Angka pengangguran masih cukup tinggi, yakni sekitar 3-4 juta orang. Tingginya angka pengangguran ini, salah satunya terkait dengan absennya kesempatan dan lapangan kerja baru. Dan absennya lapangan kerja karena tak ada investasi.
Selain masalah pengangguran, angka kemiskinan Jatim juga masih cukup tinggi yakni sekitar 7,1 juta orang. Dan masalah ini adalah tanggng jawab Dinas Pemberdayaan Masyarakat (Bappemas), sebagai leading sektornya. Selama lima tahun terakhir ini, tak ada prestasi yang membanggakan dari kepala Bappemas dalam mengentaskan atau mengurangi angka kemiskinan di Jatim, justru angka kemiskian setiap tahun terus mengalami kenaikan. Begitu juga dengan pejabat-pejabat yang menduduki dinas, biro, badan yang lainnya. Kinerja dan prestasi mereka tidak terlalu signifikan bagi perubahan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat Jatim.
Karena itu, sebenarnya tidak ada alasan apapun bagi gubernur misalnya, untuk mempertahankan para pejabat udzur tersebut, karena memang kinerja dan prestasinya sangat rendah. Sudah saatnya birokrasi di lingkungan Pemprop Jatim ini disehatkan kembali. Salah satunya dengan memberhentian para pejabat udzur tersebut dan menggantikannya dengan pejabat muda. Para pejabat tua tak saja miskin kinerja dan prestasi, tapi lebih dari itu jika terus dipertahankan hanya akan menjadi beban sosial-ekonomi bagi masyarakat dan Pemprop sendiri.
Akan sangat sulit diharapkan perubahan dan gerakan reformasi birokrasi di lingkungan Pemprop akan berjalan dengan baik dan menghasilkan output dan outcome yang signifikan bagi masyarakat jika diserahkan pada pejabat udzur atau tua. Di era birokrasi modern sekarang ini, kita sangat membutuhkan pemimpin-pemimin dan pejabat-pejabat baru yang lebih muda dan segar yang memiliki gagasan besar, kreatif, inovatif, dan progresif bagi kemajuan birokrasi dan masyarakat Jatim. Dan karakter semacam ini tidak ditemukan pada pemimpin atau pejabat tua, melainkan pemimpin dan pejabat muda. Pejabat tua cenderung berfikir lambat dan konservatif dan ini sangat menghambat kemajuan Jatim.
Karena itu, dalam konteks ini, gubernur Jatim harus bersikap tegas dan profesional dalam memilih dan menetapkan para pembantunya. Para pejabat udzur yang miskin kinerja dan prestasi sudah saatnya diberhentikan dan digantikan dengan pejabat-pejabat baru yang lebih segar. Dengan begitu, roda birokrasi bisa berjalan dengan maksimal dan produktif.

Tidak ada komentar: