Kamis, 25 Februari 2010

Century dan Ujian Politik SBY-Budiono

Sumber :Opini Radar Surabaya, 6 Februari 2010

Penyelidikan kasus skandal Bank Century melalui Pansus Angket DPR terus menggelinding bak bola salju. Bahkan bola salju tersebut menggelinding -pelan tapi pasti- masuk pintu istana. Ini menyusul pernyataan tertulis yang cukup mengejutkan anggota Pansus sendiri dan publik yang dikemukakan mantan Kabareskrim Susno Duaji. Pernyataan tertulis Susno tersebut disampaikan salah satu anggota Pansus dari PKS, Andi Rahmat, yang mengatakan, penyelidikan kasus Century pada akhir November 2008 yang dilakukan polisi dihentikan, lantaran ada salah satu anggota Komite Kebijakan Sistem Keuangan (KKSK), yakni Gubernur Bank Indonesia, Budiono akan menjadi calon wakil presiden.
Pernyataan tertulis Susno tersebut, mengindikasikan ada “kejanggalan” dalam penanganan secara hukum atas kasus bailout Century senilai Rp 6,7 triliun Sampai saat ini baru Robert Tantular yang telah dinyatakan bersalah dan divonis pengadilan selama 5 tahun. Namun, pihak-pihak lain yang diduga kuat melakukan pelanggaran hukum atas bailout Century ini belum tersentuh hukum. Jalur politik telah dilakukan Pansus dengan menghadirkan pihak-pihak tertentu yang terkait –baik secara langsung maupun tidak langsung.
Dari perjalanan atas pemeriksaan saksi-saksi dan tenaga ahli di Pansus Hak Angket DPR tentang Century, meskinpun terdapat dialetika intelektual –baik di antara anggota Pansus sendiri maupun para saksi dan tenaga ahli-, namun dari semua perdebatan yang muncul mulai mengerucut adanya indikasi pelanggaran hukum atas kebijakan bailout tersebut. Dan orang-orang yang diduga melakukan pelanggaran hukum, yakni membuat kebijakan bailout atas Bank Century dengan melanggar hukum adalah mereka yang berada di lingkaran SBY. Sebut saja misalnya, Menteri kesayangan SBY, Sri Mulyani dan Budiono yang saat ini menjadi wakil presiden.

Aksi Demo
Kasus Century ini telah menyedot perhatian luas masyarakat. Aksi unjuk rasa berbagai elemen mahasiswa dan masyarakat terjadi di berbagai kota besar menuntut agar kasus Century ini diselesaikan secara tuntas dan menyeret pihak-pihak tertentu yang terlibat dalam pelanggaran hukum Century ini agar di bawa ke meja hijau.
Aksi demo mahasiswa dan elemen masyarakat lainnya tersebut sekaligus memanfaatkan momentum 100 hari pemerintahan SBY-Budiono. Para pengunjuk rasa menilai pemerintahan SBY-Budiono di anggap gagal dalam membawa rakyat Indonesia sejahtera. Kasus korupsi masih menjadi praktik harian di birokrasi pemerintahan, kasus kriminalisasi KPK, fasilitas mewah para koruptor di penjara, dan persoalan ekonomi seiring denan diberlakukannya ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA).
Seiring dengan semakn menggelindingnya kasus Century sampai ke pintu istana, ada sebagian pihak yang berupaya melakukan pemakzulan. Bahkan hasil Survei Indobarometer, menunjukkan kasus Century ini akan berpotensi melengserkan posisi Budiono sebagai wakil presiden.
Kinerja pemerintahan SBY sebenarnya sudah lima tahun 100 hari dinilai tidak mampu memberikan perubahan dan perbaikan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam bidang ekonomi. Asa masyarakat akan lahirnya kebijakan yang pro rakyat, justru yang terjadi sebaliknya. Berlakunya ACFTA akan mengancam ekonomi Indonesia, terutama industri-industri kecil-menengah. Produk-produk China akan membanjiri pasar domestik dengan harga 20% lebih murah dari produk dalam negeri. Produk dalam negeri tidak akan laku bahkan jadi “sampah”. Industri terancam gulung tikar, ancaman PHK massal terjadi di mana-mana, jika terjadi PHK massal maka akan melahirkan pengangguran. Dan jika penganguran merebak, akan berpotensi menimbulkan kriminalitas massal.

Ujian Politik
Di tengah berbagai persoalan bangsa dan masyarakat yang semakin rumit dan sorotan masyarakat terhadap kinerja pemerintahan SBY-Budiono yang dinilai “gagal”, wacana pemakzulan semakin kencang di telinga publik. Wacana ini membuat kuping SBY merah. Sebagai responnya, SBY mengumpulkan para pejabat lembaga tinggi negara untuk membuat pagar politik agar pemakzulan tidak menjadi bola liar. Dalam statmentnya, SBY menyatakan bahwa sistem pemerinthaan kita adalah presidensial. Setiap lembaga tinggi negara tidak bisa saling menjatuhkan.
Wacana pemakzulan masih sekedar wacana dan masih sangat jauh untuk berakhir pada “pinalti politik”. Segala kritik dan kecaman publik seharusnya di respon secara positif oleh SBY-Budiono. Kritik publik direspon bukan dengan statmen politik yang “bersayap”, tapi dengan kerja dan kinerja yang nyata. Politik pencitraan dan defensif sudah harus diakhiri dan diganti dengan politik kerja, kerja dan kerja.
Akhirnya, masyarakat menunggu dan sangat berharap pemerintahan SBY-Budiono ini tidak hanya memberikan asa-asa yang tak ada wujud kongkritnya. Dan saya kira masyarakat tidak ingin kondisi kegaduhan –ini terus berlarut-larut tanpa dan kejelasan dan ketegasan dalam menyelesaikannya. Menggunakan istilah mantan Megawati Sukarno Putri, pemerintahan SBY-Budiono sudah saatnya menghilangkan praktik politik tebar pesona, yang dibutuhkan masyarakat kini adalah tebar bukti. Kasus Century ini menjadi ujian politik serius bagi pemerintahan SBY-Budiono. Apakah SBY akan melindungi orang-orang lingkaran kekuasaanya yang diduga kuat tersangkut skandal Century, dengan konsekwensi resistensi gelombang aksi ujuk rasa masyarakat semakin membesar. Atau menyerahkan ke proses hukum?. Sebagai komtmen atas pemberantasan korupsi, SBY dituntut untuk bersikap tegas dan berani mengambil keputusan di saat sulit. Dan inilah karakter sejati dari seorang pemimpin.

Tidak ada komentar: